1. CALEG DPR RI DAPIL V JABAR NO. URUT 5

2. Ketua Forum Redam Korupsi (FORK)-Cabang Bogor.

3. Ketua Lembaga Kajian Sosial Ekonomi-Wilayah Bogor.

4. Koordinator Konsultasi Hukum bagi Rakyat-Wilayah Bogor.

Minggu, 09 Februari 2014

Pertumbuhan Ekonomi Cermin Perkembangan Suatu Bangsa

Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi faktor yang paling penting dalam keberhasilan perekonomian suatu negara untuk jangka panjang.
Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup (standar of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat. Istilah pertumbuhan ekonomi sering dicampurbaurkan dengan perkembangan ekonomi, dan pemakaiannya selalu berganti-ganti, sehingga kelihatan pengertian antara keduanya dianggap sama.
Akan tetapi beberapa ahli ekonomi, seperti Schumpeter (1911) dan Ursula Hicks (1957) telah menarik perbedaan yang lazim antara istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi (Jhingan, 1993).
Menurut kedua pakar tersebut perkembangan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah negara terbelakang, sedangkan pertumbuhan ekonomi mengacu kepada masalah-masalah negara maju. Demikian juga menurut Maddison (1970) , ia mengatakan bahwa di negara-negara maju kenaikan dalam tingkat pendapatan biasanya disebut pertumbuhan ekonomi, sedang di negara miskin ia disebut perkembangan ekonomi.

Namun ada juga pakar ekonomi lainnya yang beranggapan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan ekonomi merupakan sinonim, misalnya pendapat dari Arthur Lewis (1954), serta Meirand Baldwin (1973).
Menurut Jhingan (1993) terdapat 6 ciri ringkas dari pertumbuhan ekonomi yaitu Laju pertumbuhan penduduk dan produk perkapita, peningkatan produktifitas, laju perubahan struktural yang tinggi, urbanisasi, ekspansi negara maju dan Arus barang, kapital, serta migrasi.
Kritikal Jurnal tentang Pertumbuhan Ekonomi penulis lebih memilih membahas Teori Model Pertumbuhan Solow. Dalam model pertumbuhan Harrod - Domar kelihatan steady state sangat tidak stabil. Sekali rasio tabungan, rasio kapital output, dan laju kenaikan tenaga kerja meleset sedikit saja dari titik tumpu, maka konsekuensinya akan berupa inflasi kronis atau meningkatnya pengangguran.

 Robert M. Solow (1956), Trevor Swan (1956), dan berikutnya James E. Meade (1961) memperbaiki model pertumbuhan yang disampaikan Harrod - Domar itu. Mereka mengatakan bahwa rasio kapital output dalam model Harrod- Domar tersebut tidak bisa dianggap sebagai eksogenus.
Dalam kenyataannya menurut mereka, pada suatu model pertumbuhan, rasio kapital output (v) itu justru merupakan adjusting variable yang akan menggiring kembali sistem pada jalur pertumbuhan steady state.
Dalam hal ini, v akan menggeser s/v sampai sama dengan pertumbuhan natural jika terjadi ketidakseimbangan. Model pertumbuhan yang dihasilkan inilah yang terkenal dengan nama model pertumbuhan Solow, atau biasa disebut juga model pertumbuhan neoklasik.
Solow membangun model di sekitar asumsi berikut (1) ada satu komoditi gabungan yang diproduksi, (2) yang dimaksud output adalah output netto, yaitu sesudah dikurangi biaya penyusutan kapital, (3) fungsi produksi adalah homogen pada derajad satu, atau bersifat constant return to scale.
Kemudian (4) faktor produksi kapital dan tenaga kerja dibayar sesuai dengan produktifitas fisik marginal mereka, (5) harga dan upah fleksibel, (6) perekonomian dalam kondisi full employment, (7) stok kapital yang ada juga terpekerjakan secara penuh, (8) tenaga kerja dan kapital dapat disubtirusikan satu sama lain, (9) kemajun teknologi bersifat netral.
Dengan asumsi-asumsi ini, Solow menunjukkan dalam modelnya bahwa dengan koefisien teknik yang bersifat variabel, rasio kapital-tenaga kerja akan cenderung menyesuaikan dirinya, dalam perjalanan waktu, ke arah rasio keseimbangan.
Jika rasio antara kapital terhadap tenaga kerja lebih besar, kapital dan output akan tumbuh lebih lamban dari pertumbuhan tenaga kerja, dan sebaliknya. Analisa Solow berakhir pada jalur keseimbangan steady state yang berangkat dari sembarang rasio kapital-tenaga kerja (Jhingan, 1993).
Pertumbuhan Ekonomi bukan kata รข€“ kata klise, melainkan kemajuan negara yang harus tetap di titik depankan.